Krisis di depan mata. Perkiraan Bank Indonesia, imbas tahun depan krisis
global akan makin terasa. Apalagi sekarang, sudah US$ 4,7 miliar dana
asing ditarik keluar.
Setelah lewat saluran pasar keuangan,
krisis biasanya akan masuk lewat saluran sektor riil. Lemahnya daya beli
di negara mitra dagang Indonesia membuat ekspor kita mengalami
hambatan. Berarti, Indonesia sedang menanti datangnya efek negatif lebih
dalam dari krisis yang sedang terjadi di kawasan global.
Bagaimana menyikapinya?
Ada
nasihat klasik yang tak ada ruginya jika dijalankan. Yakni, sikapi
situasi dengan tenang. Mulailah menghitung langkah apa yang harus
dilakukan dengan tepat. Yang terpenting, amankan nilai aset atau uang
dalam genggaman sekarang.
Persiapan diawali dengan mulai
menghitung nilai uang sekarang (present value) dan nilai uang akan
datang (future value), yang sudah menjadi rumus umum. Simulasinya
seperti ini:
Asumsikan saat ini ada uang lebih di tabungan
sebesar Rp 5.000.000. Katakanlah inflasi tahun depan sama dengan tahun
ini yaitu 6 persen (0,06). Jika tidak diinvestasikan, tahun depan nilai
dana tersebut setara dengan nominal uang sekarang dikurangi nilai
inflasi. Hasilnya adalah Rp 4.700.000.
Seandainya diinvestasikan,
pertama-tama yang harus dihitung adalah nilai uang sekarang yang
dipengaruhi oleh suku bunga, atau bahasa lainnya biaya memegang uang.
Katakanlah suku bunga yang ditawarkan atau berlaku 10 persen.
Nilai
uang sekarang atau yang biasa disebut present value adalah nominal uang
sekarang atau Rp 5.000.000 dikalikan dengan 1,1 (1 ditambah suku
bunga: 0,1). Hasilnya: Rp 4.454.455. Sedangkan untuk mencari nilai
mendatang atau future value, maka present value dikalikan dengan 1,1.
Hasilnya, Rp 5.000.000, walaupun secara nominal besarnya lebih dari itu.
Suku bunga hasil simulasi ini (silakan coba-coba) bisa
digunakan sebagai patokan dalam memilih instrument investasi. Intinya,
suku bunga yang ditawarkan harus lebih dari suku bunga patokan tersebut.
Mari lihat sejumlah instrumennya:
Saham
Instrumen
yang satu ini biasanya langsung terimbas negatif jika ada krisis. Pada
akhir perdagangan periode 2008 ketika krisis keuangan mencapai
puncaknya, indeks harga saham gabungan terkoreksi mencapai 51 persen.
Seandainya punya nyali bermain di instrumen ini, sebaiknya diperhatikan
sektor-sektor yang memiliki daya tahan lumayan kuat.
Saat ini,
industri dengan orientasi domestik cukup kokoh dibandingkan industri
lainnya. Sebagai contoh, peternakan, bank, asuransi, rumah tangga, dan
pertanian. Sehingga, imbas krisisnya kemungkinan kecil dan yang penting
cepat pulih. Namun, industri yang berbasis ekspor seperti pertambangan,
sangat rentan mengingat rasio ekspornya sangat tinggi.
Surat utang
Instrumen
ini juga layak diperhatikan. Biasanya, pemerintah menerbitkan surat
utang untuk menutup kebutuhan kas jangka pendek, membiayai defisit
anggaran, atau untuk mengelola portofolio utang negara. Agar menarik,
suku bunga yang ditawarkan di atas suku bunga yang berlaku. Investasi
ini bebas risiko gagal bayar lantaran penerbitnya adalah negara. Pada
tahun 2008, di tengah krisis itu, imbal hasil yang ditawarkan rata-rata
di atas 10 persen. Lumayan.
Reksadana
Sebegai
instrument moneter, senjata ampuh yang digunakan Bank Indonesia untuk
menghadapi tekanan adalah suku bunga. Indikator ini perlu diintip karena
potensial memberikan keuntungan melalui reksadana yang ditempatkan di
pasar uang.
Emas
Secara agregat tahunan,
betul emas memberikan nilai lebih. Walau relatif tahan terhadap gejolak,
tingkat keuntungannya tak selalu sesuai harapan. Belajar dari tahun
2008 yang agak mirip dengan sekarang, harga emas di pasar internasional
yang dilansir Kitco, pada tahun itu naik 42 persen (patokan harga awal
Januari) dibandingkan tahun sebelumnya. Namun kalau beli Desember 2007
dan jual Desember 2008, nilai lebihnya hanya 5 persen, dari USD 829,00
per troy ounce (sekitar 31 gram) jadi USD 869,75.
Dan pada
Januari 2009, turun 0,4 persen dibanding periode sama sebelumnya, atau
dari USD 923,25 menjadi USD 919,50. Sementara Desember ke Desember naik
25 persen. Karena itu, agar tetap dapat untung maksimal, perhatikan
waktu antara membeli dan rencana menjual.
Hal penting lainnya,
jangan tempatkan dana pada satu instrumen investasi seperti menyimpan
telur dalam satu keranjang. Sekali jatuh, pecah semua. Sebaiknya
tempatkan dana pada beberapa instrumen agar aman atau tidak pada satu
emiten di bursa saham.
Perlu juga digunakan patokan besaran dana
yang diinvestasikan pada satu instrumen. Dengan nilai “X” rupiah yang
dipatok untuk belanja investasi, misalnya pada saham, berarti membeli
sedikit di saat naik dan membeli banyak di saat turun. Jangan mudah
tergiur.
Namun pada akhirnya, putuskan yang nyaman dan aman bagi Anda.
Herry
Gunawan jadi wartawan pada 1993 hingga awal 2008. Sempat jadi konsultan
untuk kajian risiko berbisnis di Indonesia, kini kegiatannya riset,
sekolah, serta menulis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar