Senin, 21 November 2011

DEFLASI (DISINFLATION)




Pengertian
 
Deflasi atau Disinflation (kebalikan dari inflasi) adalah kondisi dimana harga-harga secara umum jatuh sedangkan nilai uang bertambah.Terjadinya deflasi karena kurangnya jumlah uang yang beredar. bisa disebabkan oleh tingginya tingkat suku bunga, sehingga orang lebih senang untuk menabung atau mendepositokan uangnya,

Dalam Ekonomi, deflasi adalah suatu periode dimana harga-harga secara umum jatuh dan nilai uang bertambah.  Dalam keuangan modern, deflasi didefinisikan sebagai meningkatnya permintaan terhadap uang berdasarkan jumlah uang yang berada di masyarakat. Deflasi terjadi karena kurangnya jumlah uang yang beredar. bisa disebabkan oleh tingginya tingkat suku bunga, sehingga orang lebih senang untuk menabung atau mendepositokan uangnya.

Ironis memang. Disatu sisi inflasi menyebabkan keresahan di masyarakat karena naiknya harga barang dan jasa secara signifikan dan ada juga kondisi deflasi dimana harga semua barang dan jasa menjadi sangat murah yang justru sangat merugikan pihak produsen atau pun penjual. Peranan pemerintah bersama Bank Sentral sangat penting untuk mengatasi hal tersebut dengan mengeluarkan beberapa kebijakan moneter dan fiskal. Ketika masyarakat kehilangan kepercayaan antara sesama pelaku bisnis lainnya, maka adalah tugas pemerintah adalah untuk memulai sebuah langkah positif dengan membuka perbendaharaan kas-nya dan menggerakkan perekonomian. Memang dalam hal ini celakalah pemerintahan yang tidak memiliki cukup uang untuk menggerakan ekonomi negaranya sendiri. Biasanya hal ini akan diakali dengan membuka keran investasi dari luar negeri meski hal ini pun tidak mudah. 

Dari sisi nilai tukar mata uang, deflasi dapat menimbulkan melemahnya mata uang sehingga aksi Sell pun terjadi. Sebagai seorang forex trader, apabila Anda menemui sebuah situasi deflasi, berawas-awaslah dengan kebijakan suku bunga dan isu-isu carry trade. Kedua hal ini dapat membawa angin pelemahan mata uang bahkan untuk jangka yang panjang karena deflasi pun biasanya memerlukan waktu tahunan untuk diobati.
Teori Jumlah Peredaran Uang (Quantity Theory of Money) didapatkan dari persamaan Fisher sebagai berikut:

MV = PTKet :

M : Money Supply atau Persediaan Uang di masyarakat
V : Velocity atau kecepatan perputaran uang.
P : Average Price Level atau tingkat harga rata-rata.
T : Total Number of transactions atau Jumlah Transaksi.

Penyebab

Berikut adalah penyebab Deflasi :

1. Menurunnya persediaan uang di masyarakat.
2. Meningkatnya Persediaan Barang
3. Menurunnya permintaan akan barang.
4. Naiknya permintaan akan uang 
5. Kurangnya jumlah uang yang beredar.

Hal-hal yang mempengaruhi antara lain :
  • Apresiasi terhadap mata uang yang memacu tingginya biaya hidup dan ongkos produksi, sehingga harga barang dan jasa kehilangan daya saing
  • Relokasi industri secara besar2 an yg memacu tingginya tingkat pengangguran 
  • Tingkat kepercayaan thd perekonomian merosot yg ditandai dgn jatuhnya nilai saham
Dampak

Deflasi dapat menyebabkan menurunnya persediaan uang di masyarakat dan akan menyebabkan depresi besar (seperti yang dialami Amerika dulu) dan juga akan membuat pasar Investasi (Saham) akan mengalami kekacauan.

Dikarenakan harga barang mengalami penurunan, konsumen memiliki kemampuan untuk menunda belanja mereka lebih lama lagi dengan harapan harga barang akan turun lebih jauh. Akibatnya aktivitas ekonomi akan melambat dan memberikan pengaruh pada spiral deflasi (deflationary spiral).

Dampak susulan dari melesunya kegiatan ekonomi adalah banyaknya pengusaha yang melakukan penghematan, dengan merumahkan pekerja yang akhirnya mengalami PHK (lay-off) karena pemiliki bisnis tidak sanggup membayar gaji karyawannya, sehingga meningkatkan pengangguran. Dengan demikian pendapatan yang diterima masyarakat menjadi sedikit dan jumlah uang yang beredar di masyarakat semakin berkurang.

Dari sisi investasi, deflasi juga mengakibatkan melesunya investasi di sektor riil maupun di lantai bursa, sehingga dapat menekan tingkat pendapatan yang selanjutnya dapat menyeret ke resesi global,(resesi dunia). Akibatnya ini akan menambah berat kelesuan ekonomi dikarenakan tidak ada lagi aktivitas bisnis yang berjalan, sehingga menyebabkan para pengusaha kesulitan membayar utangnya (kredit macet)

Deflasi juga dapat menyebabkan suku bunga di suatu negara menjadi nol persen. Lalu diikuti juga dengan turunnya suku bunga pinjaman di bank. Ini memang merupakan langkah paliatif untuk mencegah masyarakat menyimpan uangnya di bank yang dapat membuat peredaran uang semakin kecil.
 
Cara mengatasi Deflasi

Deflasi dapat diibaratkan jatuh sakitnya seseorang karena jarang berolah raga. Apabila seseorang pada dasarnya memiliki kaki normal namun malas menggunakannya, maka ini akan mengakibatkan menyusutnya otot-otot kaki yang jarang digunakan tersebut. Dalam jangka waktu lebih lama orang tersebut akan tidak dapat berjalan sama sekali berhubung otot sudah terlalu lemah untuk digunakan. Apabila keadaan ini justru didiamkan, bukan tidak mungkin akan mengalami kelumpuhan selamanya.

Hal ini parallel dengan deflasi. Cara terbaik untuk mengatasinya adalah dengan melatih kembali otot-otot yang sudah lama tidak digunakan. Meski memakan waktu lama, hal ini adalah satu-satunya cara untuk mengembalikan kekuatan otot yang melemah. Dengan kata lain untuk mencegah deflasi menjadi krisis ekonomi besar, pemerintah dan semua pihak yang terkait harus bersepakat untuk memulai kembali kegiatan ekonomi yang sempat terhenti karena salah urus tersebut. Tentu saja ini membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Lazim dikatakan oleh para analis eknonomi bahwa deflasi merupakan kondisi krisis moneter yang sebenarnya tidak memiliki obat yang efektif.

Apabila pada inflasi Bank Sentral dapat menaikkan suku bunga untuk menahannya, menurunkan suku bunga bahkan hingga nol persen bukanlah jalan keluar bagi deflasi. Pasalnya ini akan membuat pemasukan pemerintah menjadi nol juga atau bahkan negatif. Belum lagi hal ini akan memicu aksi spekulan luar negeri yang dapat menjalankan Carry Trade, sehingga nilai uang justru menjadi jatuh. Akibatnya, biaya impor menjadi terbebani sementara ekspor tidak menunjukkan kenaikan signifikan berhubung melemahnya mata uang disebabkan oleh aksi spekulan semata-mata.

Cara yang paling lazim digunakan adalah memberikan stimulus ekonomi berupa bantuan likuiditas ke sektor bisnis. Dengan demikian diharapkan kegiatan ekonomi kembali berputar. Pemerintah juga dapat memotong pajak dan meningkatkan belanjanya sendiri untuk menggairahkan perekonomian. Dari sisi Bank Sentral, pemerintah juga dapat meningkatkan peredaran uang di masyarakat dengan membeli surat hutang sektor swasta dan menukarkannya dengan uang tunai. Selain itu, juga dapat dilakukan dengan memotong suku bunga. Namun seperti dijelaskan di atas, memotong suku bunga bukanlah jalan keluar yang sesungguhnya, tetapi hanya sekedar pengobatan sementara untuk menggairahkan ekonomi dan mengharapkan harga bergerak naik dengan sendirinya.
*sumber : http://smart-pustaka.blogspot.com/search/label/Ekonomi* 

DEVALUASI




Devaluasi adalah
 kebijakan untuk menurunkan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing, yang dilakukan oleh Bank Sentral atau Otoritas Moneter yang mengadopsi sistim nilai tukar tetap. Dalam hal ini intervensi pemerintah biasanya dilakukan agar nilai mata uang dalam negeri tetap stabil. Devaluasi’ tersebut biasanya dilakukan apabila pemerintah  yang mengadopsi sistim nilai tukar tetap tersebut, menilai bahwa harga mata uangnya dinilai terlalu tinggi dibandingkan nilai mata uang negara lain. Sedangkan nilai mata uang tersebut tidak didukung oleh kekuatan ekonomi negera yang bersangkutan.

Mata uang suatu negara dikatakan mengalami kelebihan nilai dapat dilihat dari perbedaan inflasi kedua negara. Negara yang inflasinya tinggi seharusnya akan segera mengalami penurunan nilai tukar. Namun, dalam sistim nilai tukar tetap, proses penyesuaian tersebut tidak berlaku secara otomatis karena penyesuaian nilai tukar tersebut harus melalui penetapan pemerintah.

Tanda-tanda suatu mata uang yang mengalami kenaikan nilai antara lain ekspor yang terus menurun dan industri manufaktur mulai mengalami penurunan kinerja.

Devaluasi adalah menurunnya nilai mata uang, karena terlalu banyak uang yang beredar sedangkan barang dan jasa amat langka, selain itu masyarakat lebih suka berinvestasi di bank karena bunga bank menjadi tinggi (dimaksudkan untuk mengurangi jumlah uang beredar) sehingga orang malas untuk memproduksi barang karena jauh lebih menguntungkan ditanam di bank.

Devaluasi adalah instrumen ekonomi politik (karena keputusannya diambil oleh pemerintah) yang menurunkan nilai mata uang dalam negeri terhadap valuta asing. Implikasinya, harga produk ekspor pada volume yang sama akan menjadi lebih rendah.

Sebagai contoh, jika sebelum devaluasi, 100 dolar AS hanya setara 100 items, setelah devaluasi mungkin bisa mendapat 110-125 items tergantung prosentase devaluasinya. Namun, dengan cara itu, diharapkan daya saing harga ekspor barang kita menjadi lebih tinggi; jika biasanya negara importir membeli 100 items, setelah devaluasi akan membeli 200 items. Dengan begitu, secara agregat nilai ekspor dan penerimaan devisa kita meningkat.

Tapi, itu cateris paribus. Yang pasti, perhitungannya harus matang dan komprehensif karena selain mengekspor, kita juga harus mengimpor. Dengan devaluasi, harga beli kita juga meningkat. Jadi, neraca perdagangan bilateral dan multilateral harus diperhitungkan juga. Kalau kita lebih banyak impor, kebijakan devaluasi hanya membuat rakyat sengsara.

Pilihannya jelas stabilitas moneter. Ketika devaluasi terjadi, biasanya pemerintah mengintervensi dengan mengeluarkan cadangan devisa agar nilai mata uang dalam negeri tidak terpuruk. Jadi, tidak bisa devaluasi hanya mempertimbangkan faktor ekspor.

Keuntungan dari melakukan devaluasi adalah
  • membuat harga barang-barang ekspor menjadi lebih murah sebaliknya harga barang impor menjadi lebih mahal.
  • meningkatan ekspor,
  • meningkatkan  net ekspor (ekspor dikurangi dengan impor)
  • meningkatkan pendapatan nasional
Kerugian dari devaluasi yang utama adalah membuat cost foreign currency loans lebih besar dari jumlah dollar yang dibayarkan untuk menutup pinjaman dalam mata uang asing juga lebih banyak.

Sebagai kesimpulannya, (1) instrumen keuangan tidak akan pernah lebih baik daripada pertumbuhan sektor riil. (2) Ekonomi makro hanya dapat menjadi lebih baik jika ekonomi makronya juga baik.


*sumber  : http://smart-pustaka.blogspot.com/search/label/Ekonomi* 

REKSADANA

Reksa Dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal, untuk selanjutnya diinvestasikan oleh Manajer Investasi dalam Portofolio Efek. Keuntungan yang diperoleh berupa kenaikan nilai investasi masyarakat pemodal seiring dengan berjalannya waktu periode investasi.

Jenis-jenis Reksa Dana

1. Reksa Dana Pasar Uang

Reksa Dana yang menempatkan 100% dananya, dalam instrumen pasar uang, seperti deposito, SBI (Sertifikat Bank Indonesia), atau obligasi (surat utang yang diterbitkan oleh perusahaan atau Pemerintah) yang memiliki jatuh tempo kurang dari 1 tahun.

2. Reksa Dana Pendapatan Tetap

Reksa Dana yang menempatkan minimum 80% dari dananya dalam instrumen obligasi.

3. Reksa Dana Campuran

Reksa Dana yang menempatkan dananya, dalam instrumen pasar uang atau obligasi, atau saham dengan komposisi yang fleksibel.

4. Reksa Dana Saham

Reksa Dana yang menempatkan minimum 80% dari dananya dalam instrumen saham.

5. Reksa Dana Terproteksi

Reksa Dana yang menempatkan sebagian besar dananya dalam instrumen obligasi sedemikian rupa dapat memberikan perlindungan atas nilai awal investasi pada saat jatuh temponya.

Karakteristik Reksa Dana

Pasar Uang
  • Relatif lebih aman dibandingkan jenis reksa dana lainnya.
  • Bersifat likuid atau mudah dicairkan.
  • Investasi jangka pendek.
  • Mempunyai potensi keuntungan sedikit lebih tinggi dari deposito.

Pendapatan Tetap
  • Mempunyai potensi keuntungan lebih tinggi dari reksa dana pasar uang.
  • Investasi jangka menengah.

Campuran
  • Mempunyai potensi keuntungan yang cukup tinggi.
  • Investasi jangka menengah sampai panjang.

Saham
  • Mempunyai potensi keuntungan paling tinggi, namun mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding reksa dana lainnya.
  • Investasi jangka panjang.

Terproteksi
  • Perlindungan 100% pada nilai pokok investasi, jika dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan.
  • Mempunyai potensi keuntungan sebesar tingkat bunga portfolio obligasi.

Keuntungan Reksa Dana
  1. Biaya relatif rendah. 
  2. Cocok untuk pemodal pemula dan investor dengan kemampuan finansial yang tidak terlalu besar, serta tidak terlalu menguasai teknikteknik portofolio. 
  3. Dikelola oleh Manajer Investasi yang profesional.

Risiko Reksa Dana

Reksa Dana dapat memberikan keuntungan bagi Investor apabila portfolio efek yang dikelola oleh Manajer Investasi memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan, namun jika portfolio efek tersebut mengalami kerugian maka Reksa Dana juga bisa mengalami kerugian.

Hal-hal yang perlu diperhatikan
  1. Reksa Dana bukan merupakan produk bank, sehingga tidak dijamin oleh bank, serta tidak termasuk dalam cakupan objek program penjaminan pemerintah atau penjaminan simpanan. 
  2. Semakin tinggi potensi keuntungan yang dapat Anda raih, semakin besar pula risiko hilangnya nilai investasi Anda. 
  3. Pastikan memperoleh Bukti Kepemilikan Unit Penyertaan. 
  4. Pastikan memiliki hak untuk menjual kembali sebagian atau seluruh Unit Penyertaannya, kepada Manajer Investasi. 
  5. Dapatkan laporan posisi Nilai Aktiva Bersih dari Unit Penyertaan dan laporan tahunan posisi penyertaan serta pembaharuan prospektus. 
  6. Ketahui dan pahami rencana investasi portfolio yang akan ditanam dari produk Reksa Dana baik potensi hasil dan risiko dengan membaca prospektus secara cermat. 
  7. Pahami tujuan rencana keuangan pribadi dan pemilihan produk sesuai dengan profil risiko. 
  8. Tetap menyediakan dana yang cukup dan menabung secara teratur untuk mengantisipasi timbulnya risiko investasi. 
  9. Pilih jangka waktu investasi yang sesuai dengan rencana keuangan Anda dan jangan mudah terpengaruh pendapat orang lain, serta berpikir dan bertindak realistis dalam berinvestasi.
*sumber : http://smart-pustaka.blogspot.com/2011/07/reksadana.html*  

OBLIGASI


Obligasi merupakan surat utang jangka menengah-panjang yang dapat dipindahtangankan yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut.

Jenis Obligasi

Obligasi memiliki beberapa jenis yang berbeda, yaitu:

  1. Dilihat dari sisi penerbit:

    1. Corporate Bonds: obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan, baik yang berbentuk badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha swasta.
    2. Government Bonds: obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah pusat.
    3. Municipal Bond: obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah untut membiayai proyek-proyek yang berkaitan dengan kepentingan publik (public utility).
  2. Dilihat dari sistem pembayaran bunga:

    1. Zero Coupon Bonds: obligasi yang tidak melakukan pembayaran bunga secara periodik. Namun, bunga dan pokok dibayarkan sekaligus pada saat jatuh tempo.
    2. Coupon Bonds: obligasi dengan kupon yang dapat diuangkan secara periodik sesuai dengan ketentuan penerbitnya.
    3. Fixed Coupon Bonds: obligasi dengan tingkat kupon bunga yang telah ditetapkan sebelum masa penawaran di pasar perdana dan akan dibayarkan secara periodik.
    4. Floating Coupon Bonds: obligasi dengan tingkat kupon bunga yang ditentukan sebelum jangka waktu tersebut, berdasarkan suatu acuan (benchmark) tertentu seperti average time deposit (ATD) yaitu rata-rata tertimbang tingkat suku bunga deposito dari bank pemerintah dan swasta.
  3. Dilihat dari hak penukaran/opsi:

    1. Convertible Bonds: obligasi yang memberikan hak kepada pemegang obligasi untuk mengkonversikan obligasi tersebut ke dalam sejumlah saham milik penerbitnya.
    2. Exchangeable Bonds: obligasi yang memberikan hak kepada pemegang obligasi untuk menukar saham perusahaan ke dalam sejumlah saham perusahaan afiliasi milik penerbitnya.
    3. Callable Bonds: obligasi yang memberikan hak kepada emiten untuk membeli kembali obligasi pada harga tertentu sepanjang umur obligasi tersebut.
    4. Putable Bonds: obligasi yang memberikan hak kepada investor yang mengharuskan emiten untuk membeli kembali obligasi pada harga tertentu sepanjang umur obligasi tersebut.
  4. Dilihat dari segi jaminan atau kolateralnya:

    1. Secured Bonds: obligasi yang dijamin dengan kekayaan tertentu dari penerbitnya atau dengan jaminan lain dari pihak ketiga. Dalam kelompok ini, termasuk didalamnya adalah:

      1. Guaranteed Bonds: Obligasi yang pelunasan bunga dan pokoknya dijamin denan penangguangan dari pihak ketiga
      2. Mortgage Bonds: obligasi yang pelunasan bunga dan pokoknya dijamin dengan agunan hipotik atas properti atau asset tetap.
      3. Collateral Trust Bonds: obligasi yang dijamin dengan efek yang dimiliki penerbit dalam portofolionya, misalnya saham-saham anak perusahaan yang dimilikinya.
    2. Unsecured Bonds: obligasi yang tidak dijaminkan dengan kekayaan tertentu tetapi dijamin dengan kekayaan penerbitnya secara umum.
  5. Dilihat dari segi nilai nominal:

    1. Konvensional Bonds: obligasi yang lazim diperjualbelikan dalam satu nominal, Rp 1 miliar per satu lot.
    2. Retail Bonds: obligasi yang diperjual belikan dalam satuan nilai nominal yang kecil, baik corporate bonds maupun government bonds.
  6. Dilihat dari segi perhitungan imbal hasil:

    1. Konvensional Bonds: obligasi yang diperhitungan dengan menggunakan sistem kupon bunga.
    2. Syariah Bonds: obligasi yang perhitungan imbal hasil dengan menggunakan perhitungan bagi hasil. Dalam perhitungan ini dikenal dua macam obligasi syariah, yaitu:

      1. Obligasi Syariah Mudharabah merupakan obligasi syariah yang menggunakan akad bagi hasil sedemikian sehingga pendapatan yang diperoleh investor atas obligasi tersebut 
      2. Obligasi Syariah Ijarah merupakan obligasi syariah yang menggunakan akad sewa sedemikian sehingga kupon (fee ijarah) bersifat tetap, dan bisa diketahui/diperhitungkan sejak awal obligasi diterbitkan.

Karakteristik Obligasi:
  1. Nilai Nominal (Face Value) adalah nilai pokok dari suatu obligasi yang akan diterima oleh pemegang obligasi pada saat obligasi tersebut jatuh tempo.
  2. Kupon (the Interest Rate) adalah nilai bunga yang diterima pemegang obligasi secara berkala (kelaziman pembayaran kupon obligasi adalah setiap 3 atau 6 bulanan) Kupon obligasi dinyatakan dalam annual prosentase.
  3. Jatuh Tempo (Maturity) adalah tanggal dimana pemegang obligasi akan mendapatkan pembayaran kembali pokok atau Nilai Nominal obligasi yang dimilikinya. Periode jatuh tempo obligasi bervariasi mulai dari 365 hari sampai dengan diatas 5 tahun. Obligasi yang akan jatuh tempo dalam waktu 1 tahun akan lebih mudah untuk di prediksi, sehingga memilki resiko yang lebih kecil dibandingkan dengan obligasi yang memiliki periode jatuh tempo dalam waktu 5 tahun. Secara umum, semakin panjang jatuh tempo suatu obligasi, semakin tinggi Kupon / bunga nya.
  4. Penerbit / Emiten (Issuer) Mengetahui dan mengenal penerbit obligasi merupakan faktor sangat penting dalam melakukan investasi Obligasi Ritel. Mengukur resiko / kemungkinan dari penerbit obigasi tidak dapat melakukan pembayaran kupon dan atau pokok obligasi tepat waktu (disebut default risk) dapat dilihat dari peringkat (rating) obligasi yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat seperti PEFINDO atau Kasnic Indonesia. 

Harga Obligasi:

Berbeda dengan harga saham yang dinyatakan dalam bentuk mata uang, harga obligasi dinyatakan dalam persentase (%), yaitu persentase dari nilai nominal.
 
Ada 3 (tiga) kemungkinan harga pasar dari obligasi yang ditawarkan, yaitu:
  1. Par (nilai Pari): Harga Obligasi sama dengan nilai nominal Misal: Obligasi dengan nilai nominal Rp 50 juta dijual pada harga 100%, maka nilai obligasi tersebut adalah 100% x Rp 50 juta = Rp 50 juta.
  2. at premium (dengan Premi): Harga Obligasi lebih besar dari nilai nominal Misal: Obligasi dengan nilai nominal RP 50 juta dijual dengan harga 102%, maka nilai obligasi adalah 102% x Rp 50 juta = Rp 51 juta.
  3. at discount (dengan Discount): Harga Obligasi lebih kecil dari nilai nominal Misal: Obligasi dengan nilai nominal Rp 50 juta dijual dengan harga 98%, maka nilai dari obligasi adalah 98% x Rp 50 juta = Rp 49 juta.

Yield Obligasi:

Pendapatan atau imbal hasil atau returnyang akan diperoleh dari investasi obligasi dinyatakan sebagai yieldyaitu hasil yang akan diperoleh investor apabila menempatkan dananya untuk dibelikan obligasi. Sebelum memutuskan untuk berinvestasi obligasi, investor harus mempertimbangkan besarnya yield obligasi, sebagai faktor pengukur tingkat pengembalian tahunan yang akan diterima.

*sumber :http://smart-pustaka.blogspot.com/2011/07/obligasi.html*  

INFLASI



Pengertian

Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu), akibat tidak seimbangnya arus barang dan arus uang. Inflasi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, atau adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. 

Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja belum dapat disebut inflasi, kecuali bila kenaikan itu berlangsung secara terus-menerus, meluas, dan saling mempengaruhi (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Sebagai contoh, kenaikkan harga minyak, biasanya selalu diikuti kenaikkan harga barang-barang lainnya. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.
Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. 


Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.

Pada suatu negara yang sedang mengalami inflasi akan dapat dijumpai hal-hal sebagai berikut:
1. harga barang pada umumnya akan naik terus-menerus
2. jumlah uang yang beredar melebihi kebutuhan
3. nilai uang mengalami penurunan

Inflasi menyebabkan daya beli masyarakat rendah terhadap barang sehingga hasil produksi banyak yang tidak sampai ke masyarakat akibatnya masyarakai tidak bisa sejahtera dan tidak bagus buat ekonomi negara.

Jenis

Inflasi dapat digolongkan menjadi : 
  • Inflasi ringan, terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun
  • inflasi sedang antara 10%—30% setahun
  • Inflasi berat antara 30%—100% setahun
  • Hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% 
Dampak Inflasi

Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian menjadi lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. 

Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi, karena harga meningkat dengan cepat. 

Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh, inflasi sangat merugikan juga akan menyebabkan mereka kewalahan menanggung dan mengimbangi kenaikan harga, sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.

Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.

Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung, karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.

Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian, karena nilai uang pengembalian lebih rendah, jika dibandingkan pada saat peminjaman.

Di lain pihak ada yang diuntungkan dengan adanya inflasi:
 
- orang yang persentase pendapatannya melebihi persentase kenaikan inflasi
- mereka yang memiliki kekayaan bukan dalam bentuk uang tunai, tetapi dalam bentuk barang   atau emas.

Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipat gandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).

Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.


Dampak inflasi terhadap efisiensi, 
  • proses produksi dalam penggunaan faktor-faktor produksi menjadi tidak efesien pada saat terjadi inflasi 
  • perubahan daya beli masyarakat yang berdampak terhadap struktur permintaan masyarakat    terhadap beberapa jenis barang
Dampak inflasi terhadap output (hasil produksi):
  • inflasi bisa menyebabkan kenaikan produksi. Biasanya dalam keadaan inflasi kenaikan harga barang akan mendahului kenaikan gaji, hal ini yang menguntungkan produsen 
  • bila laju inflasi terlalu tinggi akan berakibat turunnya jumlah hasil produksi, dikarenakan nilai riil   uang akan turun dan masyarakat tidak senang memiliki uang tunai, akibatnya pertukaran   dilakukan antara barang dengan barang.
Dampak inflasi terhadap pengangguran

Suatu negara yang berusaha menghentikan laju inflasi yang tinggi, berarti pada saat yang sama akan menciptakan pengangguran. Untuk melihat laju inflasi dengan tingkat pengangguran, dapat diperlihatkan dalam Kurva Philips

Keterangan Gambar:

Kurva philip adalah kurva yang menggambarkan hubungan negatif antara inflasi dan pengangguran.
  • semakin tinggi tingkat inflasi, maka tingkat pengangguran semakin rendah 
  • semakin rendah tingkat inflasi, maka tingkat pengangguran semakin tinggi
Pada titik E, tingkat inflasi nol dan pengangguran ada tingkat pengguna tenaga kerja penuh (full employment)
  • pada titik A, tingkat inflasi negatif (deflationary gap), tingkat pengangguran lebih tinggi 
  • pada titik B, tingkat inflasi positif (inflationary gap), tingkat pengangguran lebih rendah. 
Penyebab Inflasi


Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas / uang / alat tukar) dan yang kedua adalah desakan (tekanan) biaya produksi dan / atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan / atau kurangnya distribusi), dan dari ekspektasi inflasi

Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Goverment) seperti fiscal perpajakan / pungutan / insentif / disinsentif, kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.

Demand pull inflation
Inflasi tarikan permintaan (Ingg: demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total akan barang dan jasa yang berlebihan. Hal ini biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar, sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa, akan mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. 
Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi outputpotensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Misalnya, karena bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, atau kenaikan permintaan luar negeri akan barang-barang ekspor, atau bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kemudahan untuk mendapatkan kredit atau kredit yang murah.
Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena adanya kenaikan permintaan total, sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment, dimana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas di pasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.

Cost push inflation
Inflasi desakan biaya (Ingg: cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan / atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak mengalami peningkatan secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal, dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. 

Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti meningkatnya biaya produksi, adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, huru-hara, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tersebut, aksi spekulasi (penimbunan), dan lain-lain, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.

Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri (terutama negara-negara partner dagang), peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price), kenaikan biaya produksi, kenaikan harga barang yang disertai menurunnya produksi barang, berkurangnya penawaran agregatif, dan terjadinegative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi atau karena kenaikan bahan bakar minyak.

Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal, yaitu kenaikan harga,misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji,misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.

Inflasi campuran

Inflasi campuran, terjadi karena kombinasi unsur inflasi tarikan dan inflasi dorongan biaya.

Ekspektasi inflasi

Ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi tersebut apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking.
Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang, terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum regional (UMR).

Dalam konteks makro ekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Meskipun ketersediaan barang secara umum diperkirakan mencukupi dalam mendukung kenaikan permintaan, namun harga barang dan jasa pada saat-saat hari raya keagamaan meningkat lebih tinggi dari kondisi supply-demand tersebut. 

Demikian halnya pada saat penentuan UMR, pedagang ikut pula meningkatkan harga barang meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan dalam mendorong peningkatan permintaan.  

Penggolongan

Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
  • Inflasi berasal dari dalam negeri (domestic inflation), misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya panen yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal atau gagalnya pasar yang berakibat harga kebutuhan pokok menjadi mahal.
  • Inflasi berasal dari luar negeri (imported inflation) adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang. Penularan inflasi dari luar negeri ke dalam negeri bisa pula terjadi melalui kenaikan harga barang-barang ekspor dan saluran-salurannya, hanya sedikit berbeda dengan penularan lewat kenaikan harga barang-barang impor.
Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).

Pengelompokan Inflasi

Inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia, dikelompokan ke dalam 7 kelompok pengeluaran (berdasarkan the Classification of individual consumption by purpose - COICOP), yaitu :
  1. Kelompok Bahan Makanan
  2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau
  3. Kelompok Perumahan
  4. Kelompok Sandang
  5. Kelompok Kesehatan
  6. Kelompok Pendidikan dan Olah Raga
  7. Kelompok Transportasi dan Komunikasi.
Disagregasi Inflasi

Disamping pengelompokan berdasarkan COICOP tersebut, BPS saat ini juga mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan yang lainnya yang dinamakan disagregasi inflasi. Disagregasi inflasi tersebut dilakukan untuk menghasilkan suatu indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.
Di Indonesia, disagregasi inflasi IHK tersebut dikelompokan menjadi:
  1. Inflasi Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti:
    • Interaksi permintaan-penawaran
    • Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang
    • Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen
  2. Inflasi non Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Komponen inflasi non inti  terdiri dari :
    • Inflasi Komponen Bergejolak (Volatile Food) :
      Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional. 
    • Inflasi Komponen Harga yang diatur Pemerintah (Administered Prices) :
      Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dll.
Mengukur inflasi

Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya:
  • Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI), adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh konsumen.
  • Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI).
  • Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan, karena perubahan harga bahan baku akan meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.
  • Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-komoditas tertentu.
  • Indeks harga barang-barang modal
  • Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDBmenunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa. Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.
  • Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas. IHPB merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga dari komoditi-komoditi yang diperdagangkan di suatu daerah.
Pentingnya Kestabilan Harga


Kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. 

Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun, sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin.

Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.

Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif, sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah. 
Penanggulangan

Bila terjadi inflasi, Bank sentral memainkan peranan penting dalam mengendalikan inflasi. Bank sentral suatu negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar. Beberapa bank sentral bahkan memiliki kewenangan yang independen dalam artian bahwa kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak di luar bank sentral, termasuk pemerintah. Sejumlah studi menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang independen -- salah satunya disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan moneter untuk mendorong perekonomian – justru akan mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi.

Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia.

Cara mengendalikan Inflasi:

Usaha untuk mengatasi terjadinya inflasi harus dimulai dari penyebab terjadinya inflasi supaya dapat dicari jalan keluarnya. Secara teoritis untuk mengatasi inflasi relatif mudah, yaitu dengan cara mengatasi pokok pangkalnya, mengurangi jumlah uang yang beredar.

1. Kebijakan Moneter.

Kebijakan moneter adalah kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasional dengan cara mengubah jumlah uang yang beredar. Penyebab inflasi diantaranya adalah jumlah uang yang beredar terlalu banyak, sehingga dengan kebijakan ini diharapkan jumlah uang yang beredar dapat dikurangi menuju kondisi normal.

Kebijakan ini adalah kebijakan Bank Sentral untuk mengurangi jumlah uang beredar, salah satunya adalah dengan cara mengendalikan pemberian kredit oleh Bank Umum kepada masyarakat.
Kebijakan moneter dapat dilakukan melalui instrument-instrumen berikut:

a. Politik diskonto (Discount Policy = Politik uang ketat): adalah kebijakan Bank Sentral untuk mempengaruhi peredaran uang dengan jalan menaikkan suku bunga, agar masyarakat tertarik untuk menabung atau menyimpan uangnya, dengan harapan jumlah uang yang beredar dan permintaan kredit dapat dikurangi. Kenaikan suku bunga simpanan, pada akhirnya juga dapat mengurangi keinginan badan-badan pemberi kredit untuk mengeluarkan pinjaman guna memenuhi permintaan pinjaman dari masyarakat. Akibatnya, jumlah kredit yang dikeluarkan oleh badan-badan kredit akan berkurang, yang pada akhirnya mengurangi tekanan inflasi.

b. Politik pasar terbuka (Open Market Policy): bank sentral menjual obligasi atau surat berharga ke pasar modal untuk menyerap uang dari masyarakat dan dengan menjual surat berharga bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar, sehingga jumlah uang beredar dapat dikurangi dan laju inflasi dapat lebih rendah. Operasi pasar terbuka (open market operation), biasa disebut dengan kebijakan uang ketat (tight money policy), dilakukan dengan menjual surat-surat berharga, seperti obligasi negara, kepada masyarakat dan bank-bank. Akibatnya, jumlah uang beredar di masyarakat dan pemberian kredit oleh badan-badan kredit (bank) berkurang, yang pada akhirnya dapat mengurangi tekanan inflasi

c. Politik Persediaan Kas (Cash Ratio Policy) atau Peningkatan cash ratio: Politik Bank Sentral untuk mempengaruhi peredaran uang dengan jalan menaikkan dan menurunkan perbandingan minimum antara uang tunai yang dimiliki oleh bank umum dengan uang giral yang boleh dikeluarkan oleh bank yang bersangkutan. Dengan menaikkan cadangan uang kas yang ada di bank, maka jumlah uang bank yang dapat dipinjamkan kepada debitur/masyarakat menjadi berkurang. Hal ini berarti dapat mengurangi jumlah uang yang beredar.

RUMUS :  M=1/CK x L

Dimana
m = jumblah uang yang diedarkan oleh Bank Umum
ck = % cadangan minimum kas
L = alat likuiditas / cadangan kas

d. Kredit selektif, politik bank sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara memperketat pemberian kredit

e. Politik sanering, ini dilakukan bila sudah terjadi hiper inflasi, ini pernah dilakukan BI pada tanggal 13 Desember 1965 yang melakukan pemotongan uang dari Rp.1.000 menjadi Rp.1

2. Kebijakan Fiskal

Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang berhubugan dengan finansial pemerintah. Kebijakan fiskal dapat dilakukan melalui instrument berikut:
  • Mengatur penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Pemerintah menjaga penggunaan anggaran negara sesuai dengan perencanaan dan tidak menambah pengeluarannya agar anggaran tidak defisit. 
  • Menaikkan pajak. Dengan menaikkan pajak, konsumen akan mengurangi jumlah konsumsinya karena sebagian pendapatannya untuk membayar pajak. Dan juga akan mengakibatkan penerimaan uang masyarakat berkurang dan ini berpengaruh pada daya beli masyarakat yang menurun, dan tentunya permintaan akan barang dan jasa yang bersifat konsumtif tentunya berkurang. 
  • Peningkatan Pinjaman Pemerintah. Meningkatkan pinjaman pemerintah dengan jalan tanpa paksaan atau dengan pinjaman paksa, misalnya pemerintah memotong gaji pegawai negeri 10% untuk ditabung, ini terjadi pada masa orde lama.

3. Kebijakan Non Moneter

Kebijakan non moneter adalah kebijakan yang tidak berhubungan dengan finansial pemerintah maupun jumlah uang yang beredar, cara ini merupakan langkah alternatif untuk mengatasi inflasi. Kebijakan non moneter dapat dilakukan melalui instrument berikut:
  • Mendorong agar pengusaha menaikkan hasil produksinya. Pemerintah memberikan subsidi kepada industri untuk lebih produktif dan menghasilkan output yang lebih banyak, sehingga harga akan menjadi turun. Cara ini cukup efektif mengingat inflasi disebabkan oleh kenaikan jumlah barang konsumsi tidak seimbang dengan jumlah uang yang beredar. Oleh karena itu pemerintah membuat prioritas produksi atau memberi bantuan (subsidi) kepada sektor produksi bahan bakar, produksi beras. 
  • Menekan tingkat upah. Pemerintah menghimbau kepada serikat buruh untuk tidak meminta kenaikan upah disaat sedang inflasi, dalam pengertian bahwa upah tidak sering dinaikkan, karena kenaikan yang relatif sering dilakukan akan dapat meningkatkan daya beli dan pada akhirnya akan meningkatkan permintaan terhadap barang-barang secara keseluruhan dan pada akhirnya akan menimbulkan inflasi.
  • Pemerintah melakukan pengawasan harga dan sekaligus menetapkan harga maksimal.
  • Pemerintah melakukan distribusi secara langsung. Dimaksudkan agar harga tidak terjadi kenaikan, hal ini seperti yang dilakukan pemerintah dalam menetapkan harga tertinggi (harga eceran tertinggi/HET). Pengendalian harga yang baik tidak akan berhasil tanpa ada pengawasan. Pengawasan yang tidak baik biasanya akan menimbulkan pasar gelap. Untuk menghindari pasar gelap maka distribusi barang harus dapat dilakukan dengan lancar, seperti yang dilakukan pemerintah melalui Bulog atau KUD.
  • Penanggulangan inflasi yang sangat parah (hyper inflation) ditempuh dengan cara melakukan sanering (pemotongan nilai mata uang). Sanering berasal dari bahasaBelanda yang berarti penyehatan, pembersihan, reorganisasi. Sanering ini pernah dilakukan oleh pemerintah pada tahun 1960-an pada saat inflasi mencapai 650%. Pemerintah memotong nilai mata uang pecahan Rp. 1.000,00 menjadi Rp. 1,00.
  • Kebijakan yang berkaitan dengan output. Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan jumlah output ini dapat dicapai misalnya dengan kebijakan penurunan bea masuk, sehingga impor barang cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang di dalam negeri cenderung menurunkan harga.
  • Kebijakan penentuan harga dan indexing. Ini dilakukan dengan penentuan ceiling price.  
  • Devaluasi adalah penurunan nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang luar negeri. Jika hal tersebut terjadi biasanya pemerintah melakukan intervensi agar nilai mata uang dalam negeri tetap stabil. Istilah devaluasi lebih sering dikaitkan dengan menurunnya nilai uang satu negara terhadap nilai mata uang asing. Devaluasi juga merujuk kepada kebijakan pemerintah menurunkan nilai mata uang sendiri terhadap mata uang asing.

4. Kebijakan Sektor Riil

Kebijakan sektor riil dapat dilakukan melalui instrument berikut:
  • Pemerintah menstimulus bank untuk memberikan kredit lebih spesifik kepada UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah). Contohnya bank BRI pernah mencanangkan Microyear.
  • Menekan arus barang impor dengan cara menaikkan pajak.
  • Menstimulus masyarakat untuk menggunakan produk dalam negeri.

Inflasi dan Pengangguran

Kurva yang menggambarkan hubungan antara inflasi dan tingkat pengangguran dinamakan Kurva Philip. Sifat umum dari Kurva Philip adalah pada mulanya kurvanya menurun sangat curam, tetapi semakin lama bertambah landai. Kurva yang demikian menggambarkan sifat perkaitan sebagai berikut:
  1. Apabila tingkat pengangguran sangat rendah, tingkat upah semakin cepat kenaikannya. Perhatikan titik E dan F. Titik E menggambarkan pengangguran adalah 3% dan kenaikan upah 9%. Sedangkan titik F menggambarkan tingkat pengangguran adalah 4% dan tingkat kenaikan upah mencapai 6,5%. 
  2. Apabila tingkat pengangguran relatif tinggi, kenaikan upah relatif lambat berlakunya. Keadaan ini ditunjukkan dengan jelas oleh pergerakan dari titik C ke titik D. pengurangan tingkat pengangguran dari 10% ke 8% hanya menaikkan upah sebanyak hamper satu setengah persen.
Inflasi yang disahkan : inflasi yang dibiarkan berlangsung terus-menerus, karena pemerintah mengizinkan penambahan suplai uang.Inflasi yang tidak disahkan: inflasi yang tidak disertai dengan kenaikan suplai uang

Beberapa hal yang berhubungan dengan inflasi:

  • Deflasi, daya beli uang yang mengalami peningkatan, karena jumlah uang yang beredar relatif lebih sedikit dari jumlah barang dan jasa yang tersedia. Tujuan dari devaluasi adalah untuk      meningkatkan ekspor barang, neraca pembayaran menjadi surplus. 
  • Defresiasi, penurunan nilai tukar mata uang terhadap mata uang asing yang terjadi di pasar uang. 
  • Apresiasi, kenaikan nilai tukar suatu mata uang terhadap mata uang asing yang terjadi di pasar uang. 
  • Inflasi Terbuka, keadaan dimana harga-harga bergerak tak terkendali, serta terdapat kelebihan permintaan terhadap barang. 
  • Sanering, pemotongan nilai mata uang yang dilakukan oleh pemerintah. 
  • Revaluasi, kebijakkan pemerintah untuk menaikkan nilai mata uang dalam negeri terhadap valuta asing. 
  • Devaluasi, kebijakkan pemerintah untuk menurunkan nilai mata uang dalam negeri terhadap valuta asing dengan sengaja. Deflasi dapat di atasi dengan cara pemerintah menambah pembelanjaan masyarakat, menambah pengeluaran.
*sumber : http://smart-pustaka.blogspot.com/search/label/Ekonomi*